Gunung yang bediri tegak dengan gagah tenyata mempunyai manfaat yang luar biasa bagi manusia. Tapi gunung juga harus dipelihara dan dijaga. Salah satu cara menjaga gunung adalah dengan melakukan penelitian terhadap gunung itu sendiri dengan berbgai teknik yang diketahui oleh umat manusia.
Penggunaan teknik pencitraan tomografi mampu ungkap keberadaan gunung super. Melalui metode itu, terungkap bahwa konveksi di seluruh bagian mantel dimungkinkan dan itu memungkinkan penelitian gunung super.
Guru Besar Geofisika Sri Widiyantoro mengungkapkan hal itu pada rapat khusus terbuka Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), yang mendengarkan pidato inaugurasi Sri Widiyantoro dan ahli konservasi/peneliti keanekaragaman hayati Jatna Supriatna, Senin (5/11/2012), di Jakarta.
Sidang dihadiri oleh Wakil Ketua LIPI Endang Sukara dan sejumlah ilmuwan dari institusi pendidikan dan lembaga penelitian.
Lapisan mantel bergerak
Hasil penelitian menggunakan metode pencitraan tomografi dengan pendekatan non-linier terungkap, konveksi dalam mantel dimungkinkan. Temuan baru ini dimuat pada jurnal ilmiah Science tahun 1997.
Dari hasil tomografi global, kondisi bawah bumi dalam tiga dimensi memungkinkan untuk diketahui. Penelitiannya juga menemukan jawaban mengapa Sumatera bagian tengah sering dilanda gempa. ?Karena lapisan batuannya muda sehingga penunjaman lempeng di sana dangkal,? ujar Widiyantoro.
Untuk pertama kalinya juga ditemukan, penunjaman lempeng samudra dapat mencapai lapisan mantel bagian bawah, lebih dalam dari 700 kilometer, sehingga konveksi berlangsung di seluruh lapisan mantel. Materi yang keluar berasal dari lapisan lebih dalam. Model global tersebut temuan pertama kali di dunia.
Untuk kepentingan mitigasi, antara lain Sri Widiyantoro mengusulkan adanya penelitian mengintegrasikan berbagai metode dan data. Dibutuhkan data gempa bumi, data geospasial, citra satelit, serta data seismo-electric signal (SES).
Sains dan konservasi
Jatna Supriatna menekankan pentingnya pendekatan ilmiah dalam konservasi. Indonesia merupakan wilayah nomor dua di dunia akan kekayaan keanekaragaman hayatinya.
Indonesia, bersama Meksiko, termasuk negara pertemuan dua dari enam biogeografi penting dunia. Di Indonesia bertemu dua biogeografi penting dunia, yaitu Australasia dan Indomalayan di daerah Sulawesi. Akibatnya, di Sulawesi terdapat hewan hibrid, misalnya tarsius.
Sementara itu, perlindungan keanekaragaman hayati harus memenuhi tiga prinsip pendekatan, yaitu save (perlindungan), study (penelitian), dan use (pemanfaatan). ?Kita banyak bicara tentang perlindungan, tetapi tidak melakukan studi,? ungkapnya.
Melalui pendekatan ilmu pengetahuan, hasilnya akan menguntungkan kedua pihak, baik untuk kepentingan keanekaragaman hayati maupun ekonomi.(sumber : kompas)
Guru Besar Geofisika Sri Widiyantoro mengungkapkan hal itu pada rapat khusus terbuka Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), yang mendengarkan pidato inaugurasi Sri Widiyantoro dan ahli konservasi/peneliti keanekaragaman hayati Jatna Supriatna, Senin (5/11/2012), di Jakarta.
Sidang dihadiri oleh Wakil Ketua LIPI Endang Sukara dan sejumlah ilmuwan dari institusi pendidikan dan lembaga penelitian.
Lapisan mantel bergerak
Hasil penelitian menggunakan metode pencitraan tomografi dengan pendekatan non-linier terungkap, konveksi dalam mantel dimungkinkan. Temuan baru ini dimuat pada jurnal ilmiah Science tahun 1997.
Dari hasil tomografi global, kondisi bawah bumi dalam tiga dimensi memungkinkan untuk diketahui. Penelitiannya juga menemukan jawaban mengapa Sumatera bagian tengah sering dilanda gempa. ?Karena lapisan batuannya muda sehingga penunjaman lempeng di sana dangkal,? ujar Widiyantoro.
Untuk pertama kalinya juga ditemukan, penunjaman lempeng samudra dapat mencapai lapisan mantel bagian bawah, lebih dalam dari 700 kilometer, sehingga konveksi berlangsung di seluruh lapisan mantel. Materi yang keluar berasal dari lapisan lebih dalam. Model global tersebut temuan pertama kali di dunia.
Untuk kepentingan mitigasi, antara lain Sri Widiyantoro mengusulkan adanya penelitian mengintegrasikan berbagai metode dan data. Dibutuhkan data gempa bumi, data geospasial, citra satelit, serta data seismo-electric signal (SES).
Sains dan konservasi
Jatna Supriatna menekankan pentingnya pendekatan ilmiah dalam konservasi. Indonesia merupakan wilayah nomor dua di dunia akan kekayaan keanekaragaman hayatinya.
Indonesia, bersama Meksiko, termasuk negara pertemuan dua dari enam biogeografi penting dunia. Di Indonesia bertemu dua biogeografi penting dunia, yaitu Australasia dan Indomalayan di daerah Sulawesi. Akibatnya, di Sulawesi terdapat hewan hibrid, misalnya tarsius.
Sementara itu, perlindungan keanekaragaman hayati harus memenuhi tiga prinsip pendekatan, yaitu save (perlindungan), study (penelitian), dan use (pemanfaatan). ?Kita banyak bicara tentang perlindungan, tetapi tidak melakukan studi,? ungkapnya.
Melalui pendekatan ilmu pengetahuan, hasilnya akan menguntungkan kedua pihak, baik untuk kepentingan keanekaragaman hayati maupun ekonomi.(sumber : kompas)
reff : http://tipssupaya.blogspot.com/2013/01/apakah-teknik-tomografi-dapat.html
No comments:
Post a Comment